Selasa, 16 Desember 2014

ASAL USUL DAN MASJID AGUNG REMBANG



ASAL USUL REMBANG
(dikutip dari : Buku “Menggali Warisan Sejarah Kabupaten Rembang” )

.... Wasara nalika taun Syaka : 1336, ana wong Cempa Banjarmlati watara wolung brayat sing padha pinter nggawe gula-tebu nalika ning negarane .... Wong-wong mau padha pindhah misah  nedya ngudi nggawe gula tebu abang sing ora kepokil-kemisil kuwi, mangkate liwat segara ngener mengulon nuli ndarat ring sungapane kali kang gisike sarta kanan kirine nuli thukul nggenggeng lebeng wit Bongaow  ( Ind : Bakau = Jaw : Bengkat ).
Nggone pindhah kuwi disesepuhi dening Kakek Pow Ie Din; Sawise ndharat si Kakek nuli nganakake mantram lan semedi, banjur wiwit nebang wit bongaow mau kang banjur diterusake dening wong2 liyane. Bumi bubakan kuwi banjur digawe pategalan lan pekarangan sarta teba, ing sabanjure teba kuwi dijenengake, teba :  KABONGAN ; njupuk tembung saka arane wit Bongaow, dadi Ka-Bonga-an ( Kabongan).
.... Nuju sawijining dina wayah pajar gagat raina ing sasi  Waisaka ... ; wong-wong mau arep miwiti ngrembang (nembang = mbabat) tebu. Sadurunge miwiti ngrembang dianakake Upacara Suci Sembahyang lan semedi ning panggonan tebu sedhapur  kang wiwit/sekawit arep dikepras rong wit, minangka kanggo tebu “Penganten”. Upacara pangeprasan  kuwi arane  : “ngrembang sakawit”...
Mengkono mau asal mula bukane tembung : “ngrembang”  nganti didadekake jenenge kutha REMBANG tumekane wektu saiki iki,3 ... (sic !)
 Terjemahan bebas :
( ...... Kira-kira Tahun Saka 1336, ada orang Campa Banjarmlati berjumlah delapan keluarga yang pandai membuat gula tebu ketika ada di negaranya ..... Orang-orang tadi pindah untuk membuat gula merah yang tidak dapat dipatahkan itu, berangkatnya melalui lautan menuju arah barat hingga mendarat di sekitar sungai yang pinggir dan kanan kirinya tumbuh tak teratur (?) pohon bakau. Kepindahannya itu dipimpin oleh Kakek Pow Ie Din; setelah mendarat, kemudian mengadakan do’a dan semedi, kemudian dimulai menebang pohon bakau tadi  yang kemudian diteruskan oleh orang-orang lainnya. Tanah lapang itu kemudian dibuat tegalan dan pekarangan serta perumahan yang selanjutnya  perkampungan (?) itu dinamakan KABONGAN; mengambil kata dari sebutan pohon “bakau”  menjadi “ Ka-bonga-an (Kabongan)”.
...... Pada suatu hari saat fajar menyingsing di bulan Waisaka  .....; orang-orang akan memulai “ngerembang“ (mbabat; Ind : memangkas) tebu. Sebelum dimulai ”mbabat” diadakan upacara suci sembahyang dan semedi di tempat tebu serumpun yang akan dikepras dua pohon, untuk tebu ”Penganten”. Upacara pengeprasan itu dinamakan :  “ngRembang  Sakawit”…. Begitu tadi asal mulainya kata : ”ngRembang”, sampai dijadikan nama Kota REMBANG hingga saat ini. Menurut mBah Guru, upacara “ngRembang Sakawit” ini dilaksanakan pada hari Rabo Legi, saat dinyanyikan kidung, Minggu Kasadha, Bulan Waisaka, Tahun Saka 1337 dengan Candra Sengkala  : Sabda Tiga Wedha Isyara.

MASJID AGUNG & KOMPLEK MAKAM ADIPATI I REMBANG ( PANGERAN SEDOLAUT )          

Masjid Agung kota Rembang berada di kawasan yang menyatu dengan rumah dinas Bupati (sekarang Museum RA Kartini), alon-alon kota Rembang, dan terminal kota Rembang; yang sangat cocok untuk transit (Ishoma), karena berada di pusat kota di jalur pantura. Masjid ini merupakan cagar budaya termasuk kompleks makam yang berada di belakang masjid. Bangunan cagar budaya ini dibangun tahun 1814 M oleh Adipati Condrodiningrat (telah mengalami 6 kali pemugaran), tetapi bangunan induk masih dijaga keasliannya. Di belakang masjid ini terdapat makam para Adipati Rembang diantaranya makam Adipati Sedolaut (tahun 1886). Sebagaimana prototipe masjid kuno di Indonesia, kawasan masjid juga selalu menjadi kompleks pemakaman. Di belakang masjid (sebelah barat) terdapat bangunan cungkup model arsitektur Eropa yang cukup megah, dengan ketinggian batu sekitar 1 (satu) m, bangunan cungkup ini berbentuk segi delapan yang berpusat pada lima buah makam yang ada di dalamnya.
 Kompleks makam ini terkenal dengan sebutan makam Pangeran Sedolaut (Pangeran Sekarlaut), meskipun di dalamnya terdapat lima buah makam yang secara berjajar dari barat ke timur dan makam-makam tersebut adalah:
  • Makam Adipati Condrodiningrat dengan jirat dari semen & nisan berbentuk kurawal dari batu putih (1289 H);
  •  Makam istri Adipati Condrodiningrat dengan jirat & nisan yang hampir sama makam suaminya (1291 H);
  •  Makam R. Tumenggung Pratiktoningrat/ Kanjeng P. Sedolaut dengan jirat  dari susunan bata & nisan dari semen (tahun 1757 atau 1831 M);
  • Makam istri Kanjeng P.Sedolaut dengan jirat & nisan hampir sama dengan suaminya (tetapi tidak tertulis tahunnya);
  • Makam istri Patih Pati, yaitu Raden Ayu Sasmoyo dengan jirat  dan nisan hampir sama dengan istri P. Sedolaut; yang juga tidak tertulis tahun.
       Perlu pengelolaan yang optimal dan ada pemeliharaan/perawatan terhadap lokasi dan bangunan masjid maupun
        makam sebagai benda cagar budaya yang harus dilestarikan.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar